Senin, 21 Desember 2009

Balasan Kebaikan adalah kebaikan begitu pun sebaliknya...

Dua berita yang cukup mengejutkan datang hampir bersamaan. Saya tidak tahu, apakah ini berita gembira atau berita duka. Tapi yang jelas ini ada kaitannya dengan perjalanan hidup saya yang berpindah-pindah dari kota satu ke kota lain di negeri ini.

Seorang teman di kota P, tempat saya bermukim selama 6 tahun di sana, mengabari bahwa Fajrul (bukan nama sebenarnya) dan Amrul (juga bukan nama sebenarnya) sekarang tidak ketahuan rimbanya. hilang karena dikejar-kejar banyak orang. Mereka berdua melarikan diri karena jiwanya terancam oleh orang-orang di kota tersebut. Meski permasalahan keduanya berbeda, tetapi akbiatnya hampir sama. Saya tidak suka mendengar berita itu. Sebab bagaimanapun, saya sempat sangat dekat dengan mereka berdua. saya sangat menaruh kepercayaan yang tinggi kepada mereka berdua. meski kepercayaanku itu berujung pada suatu yang sangat tidak saya duga. sangat menyakitkan hati saya. tetapi saya biarkan saja. toh saya tidak akan selamanya tinggal di kota tesebut dan bersama mereka berdua selamanya.

Sewaktu di kota itu saya memimpin sebuah LSM yang bergerak di bidang pendidikan. Saya tidak pernah berhenti untuk berinovasi dan berkreasi untuk melakukan pendampingan bagi anak-anak sekolah (SMP, SMA dan SMK). Hampir semua guru dan siswa di sekolah-sekolah favorit mengenal saya. Meski saya mengakui bahwa ini adalah hasil kerja yang sangat baik tim saya. mereka sangat kompak dan bersemangat. setiap keputusan organisasi adalah bukan keputusan saya. saya melibatkan semua anggota LSM tersebut. sejak awal saya mengatakan bahwa pekerjaan ini adalah pekerjaan kita. agenda ini adalah agenda kita. tak satupun di antara kita, siapapun, termasuk saya berhak mengklaim bahwa ini adalah kerja pribadi. ini adalah kerja kelompok. kerja tim. agenda bersama. ide yang sudah digulirkan menjadi ide bersama, tidak boleh ada yang mengklaim bahwa ini adalah ide si fulan atau si fulan.

Tak ada yang saya harapkan, apapun. Semangat saya adalah panggilan jiwa. itu saja. Saya tidak mengharapkan apapun termasuk tidak mengharapkan bahwa di aktifitas saya berujung fitnah terhadapku. Tersebar di antara teman-teman di sana bahwa saya mencari popularitas. Mementingkan diri sendiri. Jadilah diri saya sebagai buah bibir di antara teman2. beruntung kalau yang dibicarakan itu tentang hal positif. tetapi ini sebaliknya. Saya hanya bisa menghela nafas. tidak ada yang bisa saya perbuat. tetapi saya masih bersyukur bahwa semua anggota tim saya tetap percaya kepada saya. saya mencoba berdialog dengan mereka dan kesimpulannya mereka tidak percaya dengan fitnah tersebut. Dan saya tahu dari seseorang yang bersimpati kepada saya bahwa P Amrul adalah orang yang menyebarkan fitnah tersebut. Saya sangat kaget pada waktu itu, sebab saya sangat besar kepercayaan saya kepada beliau. Saya tidak bersikap apapun. saya tetap bekerja sesuai dengan tugas saya pada waktu itu. keyakinan saya adalah bahwa, suatu saat kebenaran itu pasti akan terungkap. Fitnah kedua adalah bahwa saya dituduh telah melakukan perbuatan keji, yang tidak pantas dilakukan oleh seorang panutan. saya kembali tidak berdaya, penjelasan sudah saya sampaikan, tetapi apa lacur, berita terus tersebar bagaikan angin yang terus berhembus. Saya tidak tahu apakah karena ini, ketika saya pindahan pergi meninggalkan kota itu, tak satupun di antara mereka, teman-temanku yang saya sangat menaruh kepercayaan, tak satupun dari mereka yang datang ke rumah saya meski sekedar basa-basi. tetapi saya tak peduli. sebab hidup saya tidak bergantung kepada masnusia, tetapi kepada Allah, Tuhan Yang Maha Berkuasa. Mr Fajrul, orang yang paling dituakan dan dipercaya, yang saya pun sangat hormat dan percaya kepadanya, memutuskan bahwa saya bersalah. Beliau lebih mengikuti berita yang sudah tersebar. dan saya kembali tak berdaya. saya pikir biarlah waktu yang akan membuktikan. sebab Allah mencintai kebenaran dan akan membela hamba-hamba-Nya yang benar.

Saya tidak suka mendegar berita tentang permasalahan yang menimpa dua sahabatku itu. Mata saya menghangat secara tiba-tiba waktu saya mendengar berita itu. saya mencoba menghubungi nomor HP mereka, tetapi tak pernah berhasil, sampai sekarang. Semoga Allah mengampuni segala dosanya dan menolongnya. Saya sangat menaruh empati kepada mereka berdua juga istri dan ank-anak mereka yang ditinggalkannya. Tentu sangat sulit bagi istiri-istrinya berjuang sendiri tanpa didampingi suaminya yang entah berada di mana.

Berita kedua datang dari kota P yang lain. Seorang sahabat saya bernama Ramadhan (bukan nama sebenarnya) terkena strok. Kabarnya, separuh tubuhnya kini nyaris tidak dapat difungsikan lagi. Air mata saya sempat menetes pada waktu mendengarnya. Bagaimanapun Ramdahan adalah sahabat saya, meski menjelang kepindahan saya, dia berbuat sesuatu yang tak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya. Pada waktu itu kami terlibat utang piutang. Uang 7 juta rupiah saya berada di tangannya. sehari setelah saya mendapatkan SK pindah, saya meminta untuk dikembalikan. tetapi sampai menjelang keberangkatan, uang itu tidak juga dikelmbalikan. akhirnya setelah saya paksa, dia kembalikan. tetapi tidak semuanya. hanya 5,5 juta yang dikembalikan. saya bilang ya sudahlah... Saya berpikir, kalau saya mengikhlaskan, Allah pasti akan berikan gantinya. Berita stoknya Ramadhan sangat mengejutkan dan membuat hati saya berduka. Dia adalah teman dekat saya. sahabat yang selama 5 tahun pergaulan, saya menaruh kepercayaan kepadanya.

Dua berita duka, mengingatkan saya kepada seorang sahabat saya. Saya tak ingin kejadian serupa menimpanya. Di setiap kesempatan saya menyelipkan doa untuknya, agar kiranya Allah tidak murka kepadanya.
Berita itu memberikan pengalaman batin yang sangat dalam bagi saya. Seolah mengirim pesan kepada jiwa saya, janganlah aa kejahatan dalam diri saya, sekecil apapun, kepada saudara sendiri. Meski hanya sebatas doa. Saya tak pernah mendoakan orang agar ditimpakan musibah, takut kalau-kalau doa itu malah berbalik. saya juga jadi takut berbuat jahat kepada orang lain. sebab Allah tidak pernah lengah, malaikat-Nya pun selalu mencatat apa yang saya lakukan.
Dan yang paling penting adalah bahwa tidak ada balasan dari kebaikan kecuali kebaikan dan begitu pula sebaliknya.

Dan pada saat ini pun saya sedang merasa ada yang berbuat jahat kpd saya, entah disengaja atau tidak. Saya terlibat transaksi dengan seorang sahabat yang sangat saya percaya. tak sedikitpun ada keraguan kepadanya tentang integirtasnya selama ini. aku percayakan uangku sebesar 70 jt kepadanya. tetapi ketika uang itu akan saya minta kembali, sampai sekarang belum berhasil saya minta. Kali inipun saya kembali tidak berdaya. hanya satu keyakinan saya. Bahwa Allah pasti akan memberikan kepada saya gantinya. entah dari mana asalnya.

Oleh karenanya, saya tak akan pernah berhenti berbuat baik kepada siapapun. ada kebaikan yang akan saya dapatkan dari perbuatan baik itu.
Kejadian-kejadian itu pun tidak menyebabkan saya tidak mempercayai siapapun. saya tetap percaya kepada siapapun. karena pada dasarnya tak seoangpun berkeinginan berbuat jahat kpd orang lain sebagaimana dia tidak ingin orang lain berbuat jahat kepadanya.

Ibaratnya, itu hanya setitik noktah, yang tidak adil kalau kejahatan yang hanya setitik itu menjadikan seluruh jiwa dan raganya dinilai tidak baik. kejahatan itu hanya menempati satu moment dari begitu panjangnya perjalanan waktu yang sudah dilewatinya. sungguh tidak adil kalau saya sampai menutup seluruh waktu dalam kehidupannya dengan kejahatan yang hanya setitik moment itu.
Wallahu a'lam bishowab.

Minggu, 13 September 2009

Kalau Kita Mau Minta, Allah Pasti Kasih

Jangan pernah putus asa terhadap rahmat dan kasih sayang Allah. Jangan pernah mengeluh tentang nasibnya yang mungkin (sedang) tidak baik. Apalagi membandingkan usaha dan ibadah kita di sisi Allah dengan nasib (buruk) yang sedang kita alami. Karena sesungguhnya nikmat yang Allah berikan kepada kita itu tidak ada hubungannya dengan amal ibadah kita. Artinya, Allah memberikan karunia-Nya bukan karena kita mengamalkan ini dan itu atau kualitas ibadah kita yang luar biasa. Allah itu Maha Pemurah. Bahkan Allah kasih kita makanan terbaik sebelum kita melakukan apapun untuk memujiNya. Tidak tanggung-tanggung, stok dua tahun Allah sediakan. Dia adalah air susu ibu. Seorang bayi yang belum mampu berbuat apa-apa dipersialkan menikmatinya selama 2 tahun. Saran para pakar bahkan, selama 6 bulan cukup dikasih ASI eksklusif dsaja, tanpa tambahan makanan yang lain.

Itu adalah bukti. Bukti bahwa tanpa diminta pun Allah kasih. Apalagi jika kita mau meminta kepada-Nya.

Ini adalah peristiwa yang pernah saya alami belasan tahun silam. Waktu itu saya masih duduk di kelas 2 SMA. Sebagai seorang anak remaja yang sedang mencari jati diri, apa yang saya anggap benar pada waktu itu pasti saya pertahankan sekuat tenaga. Hingga karena sikap ini, sering terjadi benturan antara anak dan orang tua. Apalagi kalau orang tua tidak mau tahu dengan kondisi anak yang seperti itu.

Singkat cerita, malam itu saya merasa menjadi orang yang paling traniaya. Tekad saya sangat kuat. Kabur dari rumah. Orang tua sudah tidak menganggapku sabagai anak, pikir saya waktu itu. Di antara tujuh bersaudara, saya adalah orang yang paling keras dalam bersikap kepada bapak. Tetapi sikap itu hilang sama sekali sejak saya kuliah di STAN dan ikut kajian dasar-dasar keislaman (KD2I) di kampus. Sikap saya berubah 180 derajat terhadap bapak. Saya menjadi orang yang paling halus tutur katanya, meski beda pendapat tetap tak berubah.

Kembali kepada peristiwa malam itu. Terjadi 'pertarungan' tak seimbang. Singkat cerita, saya hampir tak sadar. Termasuk benar-benar tidak sadar bahwa jam tangan hadiah dari kakakuu yang tadinya melingkar di tangan kiriku, sudah tak lagi di sana. Saya baru sadar setelah berjalan meninggalkan rumah cukup jauh. Tidak ingin kehilangan jam tangan tercinta, saya pun balik menuju TKP. Lama saya mencarinya. Di setiap jengkal tanah kucoba mencari. Hasilnya... nihil. Tidak ada. Tidak ketemu. Hatiku sangat sedih. Saya pun pasrah kepada Allah.

Malam itu saya urungkan untuk minggat dari rumah. Saya tidur di langgar dekat rumah. Sebelum tidur saya mengambil air wudhu dan melakukan sholat dua rakaat. Saya berdoa sambil menangis. Saya meminta kepada Allah agar mencarikan dan mengembalikan jam tangan saya. Setelah itu baru tidur.

Dalam tidurku saya bermimpi. Mimpi yang tak kan pernah lupa.
Dalam mimpi saya berjalan keluar langgar menuju TKP. Dengan sangat nyata saya melihat tangan saya mengambil jam tangan saya. Dan mimpi itu pergi begitu saja tanpa mengusik tidurku. Saya tetap tertidur sampai bangun sebelum orang-orang datang mau sholat subuh. Tanpa berpikir panjang, saya bergegas menuju TKP, mengikuti apa saya lihat di dalam mimpi.

Sungguh sangat luar biasa. Mimpi yang nyata. Saya pun menangis kembali. Tetapi bukan tangisan penderitaan. Ini adalah tangisan kegembiraan. "Terima kasih ya Allah, Engkau menjawab langsung permintaan saya," pikir saya pada waktu itu.
Sejak saat itu saya tak pernah ragu untuk meminta kepada Allah. Sejak saat itu, apalagi kemudian kuliah di STAN Prodip Keuangan Jakarta dan ikut KD2I, keyakinanku semakin bertambah, bahwa kalau kita mau minta kepada Allah, pasti Allah akan berikan. Makanya, apapun saya tak akan meinta kepada selainNya. Saya meminta sesuatu hanya kepada Allah melalui doa-doa saya.

Jangan pernah berpikir tentang logika ketika berdoa. Jangan pernah berpikir bagaimana cara Allah mewujudkan permintaan kita. Sebab Dia punya cara sendiri bagaimana mewujudkannya yang sering kali berbeda dengan yang kita pikirkan atau bahkan tidak pernah terpikir sama sekali. Wallahu a'lam bishshawab.

Jumat, 21 Agustus 2009

Mengapa Kita Mesti Menjadikan Diri Kita kalah, Padahal Allah Menetapkan Kita sebagai Pemenang?

Beberapa waktu yang lalu saya menghadiri resepsi pernikahan seorang teman. Resepsi dilakukan di rumahnya sendiri. Siang itu panas matahari menghujam ke ubun-ubun. Saya duduk di kursi sambil menahan panas. Di hadapan saya duduk orang yang sudah sangat berumur. Dia teman saya di kantor. Namanya Muhammad Seman. Dia duduk dengan sangat tenang. Seperti tidak merasakan panasnya matahari yang menyengat pada waktu itu. Saya mencoba membuka pembicaraan, sekedar mengisi waktu atau memang tidak enak kalau duduk berdekatan kok diem-dieman.

"Hari ini terasa sangat panas ya Pak?" tanyaku padanya, sambil tidak lupa tangan saya menarik-narik krah baju saya untuk memberikan angin bagian tubuh saya."

Tetapi jawabannya sungguh di luar dugaan. Jawabannya sungguh di luar dugaanku. Aku terdiam sejenaak memikirkannya. "Mas, memang susana sangat panas. Tetapi saya tidak merasakannya. Memang tubuh saya bercucuran keringat, tetapi saya tidak terpengaruh. saya tetap mersakan nikmat." Aku tertegun.

Ya benar. Sedih, senang, tdk nyaman, gembira, menderita dan semacamnya, sesungguhnya sangat relatif. Karena sifatnya yg relatif itu, bisa saja perasaan seseorang berbeda atau bahkan berlawanan dengan kondisi fisik yang terlihat oleh mata.

Sahabat...
Tidak satu pun manusia di dunia ini yang terbebas dari masalah. Semua pasti pernah atau bahkan saat ini sedang menghadapi masalah. Kalau kita sudah menyadari dan memahami seperti itu, pantaskah kalau masalah2 yang datang kepada kita menjadikan kita seperti orang paling menderita?

Ok. Anda mungkin beralasan bahwa masalah yang Anda rasakan sangat berbeda dari apa yang dialami oleh orang lain. Ini sangat berat. Sangat menyiksa batin Anda. Anda harus mengubah cara berpikir Anda. Agar Anda bisa mengubah derita itu menjadi sesuatu yang menyenangkan dan menentramkan batin Anda.

Ibarat anak sekolah, permasalahan yang Anda alami adalah sebuah ujian yang harus diselesikan untuk mengangkat level Anda.

Persoalan atau masalah, apapun bentuknya, adalah sarana bagi kita untuk meningkatkan kualitas kita. Ujian, kalau kita lulus, ya kita akan naik tingkat. Akan jauh lebih baik hidup kita dari sebelum ada masalah.
Atau masalah itu bisa jadi sebagai sarana Allah menghapus dan mengampuni dosa-dosa kita yang telah lalu. Bisa jadi di masa lalu kita punya dosa atau kesalahan, dan Allah ingin meminta menebusnya saat ini, saat kita masih di dunia, sehingga tidak dipersoalkan ketika sdh di akhirat. Siapa yang tidak ingin dosa-dosanya diampnui dan dihapuskan oleh Allah? Anda senangkan kalau seluruh dosa Anda diampuni?

Atau masalah itu bisa jadi sebagai alat ukur, di mana ketinggian derajat kita hadapan Allah. semakin berat masalahnya, berarti derajatnya semakin tinggi di hadapan Allah. Berysukurlah anda jika Anda mempunyai masalah yang sangat berat. Sebab Anda telah ditempatkan oleh Allah pada kedudukan yang sangat tinggi. Bukankah pohon itu semakin tinggi, angin yang meniupnya juga semakin keras?

Atau bisa jadi masalah yang Anda hadapi itu sebagai alat seleksi dari Allah untuk memilih mana hamba-hamba yang terbaik menurutNya. Tantu Anda sangat senang bukan, jika Anda mendapat predikat baik dari Allah?
Yang pasti, persoalan dan ujian yang kita hadapi, bukan sesuatu yang tidak bisa kita atasi. Semua, apapun bentuknya, bisa diselesaikan. Tak perlu Anda merasa menderita. Atau putus asa. Allah tidak pernah menginginkan hamba-hambaNya mengalami kesulitan. Itu yang dikatakanNya di dalam kitab suciNya. Dan setiap kesulitan atau masalah yang kita hadapi, sesungguhnya disertai kemudahan-kemudahan dari Allah. cuma sering kali kita tidak bersabar mencari kemudahan-kemudahan yang mengiringi kesulitan itu.

Sahabat...
Sungguh, semua peristiwa ini bisa berdampak buruk atau berdamapak baik. Sangat tergantung bagaimana kita memandang setiap peristiwa yang kita alami.

Ingat...
Setiap kita pada dasarnya adalah pemenang...
takdir Allah telah menetapkan bahwa kita terlahir sebagai pemenang...
pernahkah kita merenungi mengapa Allah meciptakan berjuta sel sperma untuk memperebutkan satu sel telur sebelum kita dilahirkan ke muka bumi? Mengapa Allah tidak menciptakan saja satu sel sperma dan satu sel telur untuk menjadikan kita seperti sekarang ini. Jawabannya adalah: Allah ingin menunjukkan kepada kita bahwa sesungguhnya kita semua terlahir sebagai pemenang....
tak ada satu peristiwapun yang bisa menjatuhkan kita pada kekalahan tak berdaya...
karena semua itu tergantung cara kita memandang semua peristiwa
seperti kawan saya yang orang tua itu...
seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw, bahwa sungguh menakjubkan sikap seorang muslim itu, jika dia mendapati nikmat kebaikan, bersyukur dan itu baik baginya, jika mengalami musibah maka ia bersabar dan itu baik baginya....

Kamis, 02 April 2009

Duhh...Bundaku, Air Matamu Mengalir Lagi..

Untuk yang kesekian kalinya hati saya menjerit kepada Allah. Bertanya seraya menghiba.. Oh.. Allah... belum cukupkah ya Allah, belum cukupkah ya Allah.. kasihani bundaku.

Linangan air mata tak bisa saya bendung. Hati saya miris, ratusan bahkan mungkin ribuan kali cobaan demi cobaan terus menerpa bundaku. Air mata nyaris kering karena kepedihan yang mendalam. Dan hari ini adalah hari ke delapan bundaku menderita. Situ Gintung telah menorehkan luka di hati bundaku dengan sangat dalam. Belum selesai proses evakuasi di sana, di Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat ikut menorhkan luka.

Ya Indonesia adalah Bundaku tercinta. Dialah ibu pertiwiku. Tanah tumpah darahku. Jini menjadi negeri seribu satu bencana.
Sebagai seorang hamba, saya melihat ada yang salah di negeri ini. Dan kesalahan itu dilakukan oleh hampir semua lapisan penghuninya. Dari rakyat jelata hingga yang bertahta. Dari lapisan bawah hingga orang-orang berkehidupan mewah. Maksiyat secara transparan dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Baik sendirian dan tersembunyi (bisa jadi) maupun bersama-sama dan terang-terangan. Sepertinya tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk memperbaikinya. Padahal bencana demi bencana itu adalah peringatan, sinyal agar kita sadar hingga kita berhenti secara bersama-sama dalam melakukan kerusakan.

Sinyal-sinyal itu telah Allah kirim kepda bumi pertiwi setidaknya sejak tahun 1997. Saat itu musim kemarau melanda nusantara, hampir sepanjang tahun. Hasilnya.. kebakaran hutan di mana-mana dari Pulau Sumatera sampai Pulau Irian Jaya. Musibah selanjutnya bisa ditebak, kabut asap di mana-mana yang berakibat kecelakan besar beruntun baik di darat yang tak terhitung jumlahnya hingga laut dan udara. Dimulai dari jatuhnya pesawat boing 737 di Sibolangit, Sumatera Utara, dengan 400-an penumpang tewas, pesawat milik TNI terpelanting di Ambon, terus kandasnya Kapal Motor.

Musibah tidak berhenti, tetapi bangsa ini juga tidak segera menyadari. Maka Allah kirimkan sinyal-Nya kembali. Penyakit demam berdarah yang merenggut ribuan orang di seluruh nusantara. Puncaknya adalah rentetan kerusuhan teramat dahsyat yg melanda ibukota yang didului oleh kolaps-nya perekonomian bangsa ini.

Mestinya sampai di situ sudah cukup. Kita mesti segera sadar. Bahwa itu pertanda Tuhan sudah tidak berkenan dengan perilaku kita selama ini. Kita mestinya 'bosan' mendengarkan lagu Ebiet G Ade diputar terus. Kita ingin lagu-lagu ceria, lagu-lagu penuh optimisme berkumandang di negeri ini. Mestinya kita menyadari bahwa ternyata kerusakan telah terjadi di sekeliling kita dan dilakukan oleh hampir siapa saja di antara kita.
Setiap bencana besar pasti menyisakan kepiluan. Setiap Musibah yang dahsyat pasti menyayat hati bukan saja yang menjadi korban secara langsung, tetapi juga kepada kita.

Bencana tsunami Aceh adalah rentetan kepiluan yang selanjutnya sebelum diikuti oleh gempa bumi hebat di Jogjakarta serta 'batuk'nya gunung Merapi di Jawa Tengah.

Adakah perubahan kearah yang lebih baik terjadi pada bangsa ini? Kita sangat prihatin dengan semakin semaraknya bentuk kerusakan. Baik kerusakan fisik bumi maupun kerusakan kepribadian penghuninya. Tengok saja, pencuri jaman sekarang bukan hanya dilakukan dengan mencungkil pintu dengan linggis oleh orang tidak berpendidikan nan berbaju lusuh. Tetapi juga (bahkan didominasi) oleh orang-orang berpendidikan tinggi, punya jabatan juga tinggi dan berlomba-lomba membangun rumah berpagar tinggi. Lihat juga pergaulan anak-anak mudanya. Lihat juga birokrasinya. Amati juga para penegak hukumnya. Para wakil rakyatnya. Sempurna. 'Wajar' kalau Allah meminta 'sedikit perhatian' kita. 'Wajar' jika Allah kemudian memberikan pertanda akan kemarahan-Nya.

Situ Gintung dan Banjir Bandang di Kabupaten tanah datar, Sumatera Barat harus menjadi musibah terakhir bagi bangsa ini. Situ Gintung dan Tanah Datar harus menjadi penyebab terakhir mengalirnya air mata bumi pertiwi. Biarlah berlalu. Semoga yang menjadi korban ditempatkan di sisi Allah di tempat yang mulia. Keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran serta keluasan rizki dari-Nya.

Ebiet G Ade melalui lagunya menasihati kita. Agar kita melihat kepada diri kita sendiri. Untuk membersihkan hati dan pikiran kita. Agar kita bisa bertindak benar. Agar Bunda kita kembali bisa tersenyum, melihat anak-anaknya hidup bahagia.

Kita mesti telanjang
dan benar-benar bersih
suci lahir dan di dalam batin
tengoklah ke dalam
sebelum bicara
singkirkan debu yang masih melekat
singkirkan debu yang masih melekat
...
Wallahu a'lam bishshowab..

Kamis, 26 Maret 2009

Jangan Pernah Meremehkan...

Beberapa waktu yang lalu saya dinas ke Jakarta, karena alasan ekonomis - kalau sengaja pulang, ongkos terlalu banyak - saya ajak dua orang anak saya yang berumur 5 tahun dan 2 tahun. Selama saya di Kantor Pusat, keduanya tinggal bersama kakek (mertua saya), nenek dan amah (tante)nya di Mampang, Jakarta Selatan.
Selesai dinas, tentu saja saya langsung meluncur ke Mampang, bertemu dengan kedua anak saya itu, Jum'at pagi. Siangnya kedua anak saya merengek minta jajan. Biasa, namanya juga anak kecil. Apa yang ada di depan mata maunya dibeli. Kebetulan rumah mertua saya itu lokasinya di depan masjid, samping sekolahan (MI) dan di pinggir jalan. So pasti tukang jajanan dengan berbagai model berserakan di situ. Mau tidak mau ya harus mau, daripada menangis, mana ummi (ibu)nya jauh lagi. Saya antar mereka berdua. Apa yang mau mereka beli, saya hanya mngikuti dari belakang. kedua anak kecil itu rupanya menghampiri tukang mi. Eit... bukan mi ayam, bukan mis soto de el el. Tukang mi yang saya maksud adalah... seorang ibu setengah tua, menyajikan masakan mi (indomie, sarimie, atau sejenisnya lah... ) dengan sebuah gelas aqua. Satu bungkus indomie atau sejenisnya itu mungkin dibagi 3 atau berapa saya kurang tahu. dimasukkan ke dalam gelas aqua, dihargai seribu per gelas. Sejenak saya termenung. Beberapa kali saya mendengar celotehan orang-orang mengenai aktivitas penjual mi ini. Mulai dari yang katanya 'ngakali anak-anak' sampai pada soal alat penyajiannya.
Demi melihat sang penjual mie, hati saya berbicara lain. Pandangan saya juga menemukan sisi lain dari pada orang-orang yang pernah saya dengar komentarnya.
Inilah pandangan saya.
Saya menganggap aktivitasnya yang berjualan mi ini adalah wajar. Di ibu kota yang gemerlapnya menyilaukan banyak orang, semua aktivitas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kalau tidak pintar-pintar mencari uang, maka dia tidak mungkin bisa bertahan hidup di sana. Dia hanya berupaya memenuhi kewajiban, dengan segala keterbatasnnya, bahwa Allah tidak akan pernah menurunkan rizki dari langit. Semua harus berusaha, baru Allah akan mendatangkan rizki baginya. Ada yang mendapatkan sedikit karena usahanya yang sedikit atau kecil, ada yang mendapatkan sedikit meski sudah banyak berusaha, ada yang mendapatkan banyak meski hanya melakukan usaha yang sedikit. Semua tegantung situasi dan kondisi mereka.
Saya tidak pernah sampai hati untuk meremehkan apa yang dia (lebih tepatnya mereka - sebab masih banyak orang-orang sepertinya) lakukan. Bisa jadi sesuatu yang 'remeh' itu adalah suatu pekerjaan yang sangat mulia. Tahukah kita jika di antara mereka mungkin berusaha seperti itu demi menghidupi keluarga, istri/suami, anak, menantu, keponakan atau siapa saja yang menumpang hidup bersamanya. Uang seribu bagi sebagian kalangan mungkin tidak ada artinya. Namun bagi mereka... sungguh suatu rizki yang luar biasa. Bisa berarti (keselamatan) sebuah nyawa. Kumpulan lembaran uang dari pekerjaan 'remeh' itu adalah kumpulan nyawa yang berusaha ia selamatkan.
Memang secara fisik mereka tidak enak dilihat. Bikin kotor. 'Menciderai' kemegahan kota Jakarta. Tetapi, bisa jadi, mereka tidak sekotor lahiriyahnya. Bisa jadi mereka adalah mutiara-mutiara yang menjadikan ibukota begitu indah.
Seringkali pikiran kita terbelenggu oleh doktrin keindahan semu. Bahwa orang-orang seprti itu bikin tanah ini kotor. Seringkali kita tertipu oleh penampilan seseorang. Tampak oleh kita seorang yang begitu gagah perkasa atau cantik jelita. Pakaian selalu licin nan wangi. Kesana kemari di antar mobil merci. Tak pernah ada keringat yang menetes di dahinya. Tak pernah ada debu jalanan yang menempel di bajunya. Kita sering tertipu... bahwa banyak di antara mereka berhati kotor, bahkan lebih kotor dari baju-baju dan kemasan para penjual mi atau sejenisnya. Keserakahan tersembunyi di balik jas-jas kerennya. Nggak tahunya, belakangan mereka diciduk ka pe ka. Naudzubillah...
Inilah sebuah pelajaran. Memang bisa jadi para pedagang kecil semacam penjual mi 'kemasan' aqua gelas, bikin risih sebagian orang. Merugikan sedikit manusia. Tetapi mereka tidak sampai 'membunuh' banyak orang dengan keserakahannya. Bahkan bisa jadi mereka lebih mulia dari orang-orang 'mulia' itu.
Jangan pernah meremehkan mereka... jangan pernah...
Wallahu a'lam bishshowab.

Rabu, 04 Maret 2009

Satu Lagi Bukti Maha Kasih-nya Allah

Akhir tahun anggaran adalah saat-saat sibuk bagi kantor saya. Sibuk melayani permintaan pencairan dana APBN. Satker (satuan kerja) sukanya menunggu batas akhir waktu permintaan pembayaran. Kebiasaan umum bangsa ini. Padahal kalau direncanakan secara tertib dan rapi, pencairan dana APBN bisa dilakukan setiap bulan sepanjang tahun. Tapi yah, begitulah, sudah 'tradisi' susah diubah. Makanya tingkat emosional pegawai menjadi tinggi, terutama para bos.
Tahun 2008 merupakan tahun yang amat berat di sektor keuangan. Beban APBN menjadi membengkak gara-gara resesi dunia. Kepanikan tidak hanya dialami oleh para pengusaha (swasta), pemerintah pun dilanda hal serupa. Sementara satker-satker tidak melakukan penyerapan anggaran sesuai target.
Lalu dibuatlah mekanisme dan sarana agar satuan kerja melaksanakan penyerapan APBN secara optimal. Kantor pusat mmbuat aplikasi rencana dan realisasi anggaran (PERAN). kantor saya bertugas men-sosialisasikan aplikasi itu dan menghimpun serta melaporkannya ke kantor pusat. Dan tugsa itu jatuh ke pundak saya.
Program/aplikasi itu adalah program baru. Belum pernah ada sosialisasi. Tetapi karena perintah dan tuntutan tanggung jawab, saya pelajari dan saya laksanakan dengan sungguh-sungguh. Sering kali pekerjaan itu tidak selesai dlbuat dari pagi sampai sore. jadilah saya kembali ke kantor setelah mandi, makan dan tentu saja sholat maghrib. Sampai tengah malam saya kerjakan, sendirian. Tugas ini dikejar waktu. Dipantau langsung oleh bos. Tekanan mental sudah tentu sangat besar.
Kesungguhan saya dalam melaksanakan tugas itu rupanya belum memuaskan bos. Ada saja alasan untuk tidak puas atas hasil dari pelaksanaan tugas itu. Bahkan tidak hanya satu kali direndahkan di hadapan teman-teman kantor pada rapat kantor. Bagi saya, ini sudah risiko. Risiko mjd orang kecil. harus bersabar dan terus berupaya memperbaiki diri baik sikap maupun cara kerja. Meski tingkat emosi saya menjadi cukup labil dibuatnya. Apalagi ketika tahu di bulan Nopember, ada sosialisasi/pelatihan tentang tugas yang sedang saya kerjakan itu, yang dikirim ke Jakarta malah pegawai lain. Iri? Tentu tidak. Rizqi sudah ditetapkan oleh Allah bagian masing-masing. Saya juga tetap bekerja dg sebaik-baiknya. Sebab kalau tidak malah tambah parah. Tekanan itu. Teman-teman satu bagian pada tahu kondisi ini. Dan, alhamdulillah, saya tetap bisa bersabar. Saya yakin, kasih sayang Allah tidak akan pernah putus kepada hamba-Nya.
Dan benar. Akhir bulan Pebruari kemarin, ada pengumuman dari kantor pusat. Pelatihan jurnalistik, peserta diseleksi. Syaratnya mengirim satu buah tulisan tentang ekonomi atau tupoksi kantor. Saya mengirimkan tulisan tentang fenomena penyerapan APBN, aplikasi peran yang sempat menjadikan mental saya down. dalam hati, ketika menulis ttg itu, saya berkata, bisa jadi ini akan mengantar saya ke jakarta. Pekerjaan yang telah membuat hati dan tenaga saya lelah. Dan benar. saya akan berangkat karenanya. Dan benar. Allah telah membalas dengan limpahan kasih sayang-Nya kepada saya.
Pelajaran: bersabar terhadap apa saja yang menimpa kita seraya tetap menjaga komitmen. Insya Allah, hasil manis yang akan diperoleh.
Wallahu a'lam bishawab.

Pemberian Allah itu Sesuai Kebutuhan

Bulan September 2006 saya menginjakkan kaki di pelabuhan Trisakti Banjarmasin. Bayangan saya sebelum berangkat adalah bahwa Kota Banjarmasin adalah bentangan hutan belantara. Tetapi nyatanya sudah menjadi Kota yang cukup maju. Bahkan kota ini hidup dua puluh empat jam. Ramai terus, terutama di jalan-jalan raya.
Beberapa hari pertama saya jalan-jalan mencari rumah tinggal. teman kantor mengajak keliling kota mencari perumahan demi perumahan. Yang saya menjadi heran adalah, kenapa hampir semua rumah di sini berbentuk rumah panggung. Di bawah rumah-rumah itu semua kolam atau rawa-rawa. Bukan besi bukan juga batu, penyangga rumah-rumah di Kota Seribu Sungai ini.
"Kayu penyangga itu namanya kayu besi. Namanya Kayu Ulin," kata teman saya seperti hendak menjawab keheranan saya. "Kayu Ulin itu tahan air sampai puluhan tahun mas. Meski terendam air dan tertanam di tanah, dia tidk akan busuk atau keropos sampai waktu yang sangat lama."
Yap. Pikiran saya bekerja. Hati saya bergetar. Keimanan saya bertambah. Allahu akbar. Allah Maha Besar. Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Tanah Kota Banjarmasin adalah tanah gambut. Tanah yang selalu berair, tidak pernah kering. Pasir dan semen tidak mungkin bisa digunakan untuk pondasi rumah. Kalau akan membuat rumag tembok dengan semen dan batu, maka tanah-tanah yang mau dipakai harus diurug. Butuh biaya puluhan hingga ratusan juta. Oleh karenanya Allah mendatangkan alat yang tepat yang tidak ada di daerah lain. Allah tetap memudahkan manusia untuk membangun rumah-rumah gedung megah, meski tanpa otot besi dan pasir, batu serta semen untuk pondasinya. Allah datangkan Kayu Ulin, kayu yang tahan tanah dan air, kayu yang tidak ada kecuali di Pulau Kalimantan.
Semua pemberian Allah kepada umat manusia adalah sesuai kebutuhan penerima.

Selasa, 03 Maret 2009

Mengharap Pertolongan Allah

Kemenangan kaum muslimin pada pertempuran di Lembah Badar adalah sebuah fenomena. Pertempuran tidak seimbang itu disaksikan oleh suku-suku di luar suku Quraisy. Mereka ingin melihat kekalahan kaum muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah saw. Dari segi jumlah pasukan Rasulullah terlalu sedikit dibanding jumlah pasukan musuh. dari segi persejnataan, pasukan Quraisy jau lebih lengkap dan canggih untuk ukuran pada waktu itu. Namun yang terjadi adalah di luar perkiraan semua orang. Analisa para pengamat berantakan. Tidak ada yang benar.
Lain lagi peristiwa perang Uhud. Sejatinya Rasulullah menghendaki menunggu pasukan Quraisy di dalam Kota Madinah. Tetapi desakan sahabat-sahabat, terutama yang tidak ikut perang badar, membuat Nabi memutuskan akan menyonsong musuh di luar kota. Terjadilah perselisihan pendapat antara kelompok yang mendukung dan menolak keluar kota. Dengan dimotori oleh orang-orang munafik, perbedaan pendapat semakin parah. Puncaknya, dua ratusan orang menyatakan tidak melanjutkan perjalanan. Di antara mereka masih ada yang tetap bersama Rasulullah dengan segala keraguan dan keinginan mendapatkan ghanimah. Di dalam pasukan muslim tidak semuanya berdasarkan keyakinan yang kuat bahwa perjuangan ini adalah perjuangan untuk menegakkan kebenaran. Terselip motivasi lain di antara mereka, meski jumlahnya tidak terlalu signifikan. Tetapi cukup mengganggu soliditas jamaah pasukan. Hasilnya, 'babak pertama' perang Uhud, kaum muslimin mengalami kekalahan luar biasa. Bahkan Rasulullah hampir saja terbunuh.
Sehabis kejadian itu, Rasulullah lantas memanggil seluruh sahabat yang pernah berbaiat (berjanji setia dg beliau), selain mereka, tidak dipanggil oleh Rasul saw. Kesetiaan dan keimanan orang-orang ini tidak diragukan lagi. Bersama mereka Rasulullah saw mengejar pasukan Quraisy pimpinan Khalid bin Walid dan memporakporandakannya. 'Babak kedua' pun dimenangkan oleh Rasulullah bersama orang-orang pilihan.
Peristiwa Perang Hunain menyisakan pelajaran lain yang tak kalah berharga bagi kaum muslimin, pejuang kebenaran. Kepercayaan diri yang berlebihan, bahkan sampai pada tingkat takjub terhadap diri sendiri, meski hanya dari segelintir orang, telah mendatangkan malapetaka. Kaum muslimin yang jumlahnya jauh lebih banyak dari pasukan musuh, tercerai berai. Kekalahan telak terjadi di perang ini, kejadian yang sungguh tidak masuk akal mengingat jumlah pasukan yang dimilikinya pada waktu itu. Hingga akhirnya Allah SWT 'turun tangan' menghancurkan musuh-musuh-Nya.
Lain dari ketiga peperangan terdahulu, Perang Tabuk adalah karunia Allah yang tiada terkira atas pengorbanan dan kesungguhan kaum muslimin dalam menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya. Banyak terpampang kisah heroik dari seorang Umar bin Khattab yang menginfakkan setengah dari hartanya, atau Usman bin Affan yang menginfakkan seribu dinar secara sembunyi-sembunyi, atau bahkan Abu Bakar Assidiq yang tidak menyisakan sesuatu apapun untuk keluarganya kecuali Allah dan Rasulullah saw. Ada orang-orang yang tanpa berat hati menunda kesenangannya bersama istri baru dan buah-buahan yang siap panen di Kota Madinah 'sekedar' untuk menyusul Rasulullah saw bersama sahabat-sahabat yang hendak menghadapi perang Tabuk yang jaraknya lebih dari 300 km.
Kenyataannya, sesampai di Tabuk, tidak ada peperangan yang terjadi. Allah telah menundukkan penduduknya untuk berserah diri kepada Allah dan Rasulullah. Kesungguhan dan pengorbanan yang luar biasa dalam menyambut seruan Allah telah memberikan hasil yang manis. Pertolongan Allah datang tanpa diminta. Allah memenangkan hamba-hamba-Nya.
Di zaman sekarang, peperangan secara fisik tidak terjadi, dan mudah-mudahan tidak akan terjadi. Perjuangan menegakkan kebenaran dilakukan dengan cara lain. Perjuangan di jalur politik menjadi jalan yang dapat ditempuh saat ini. Akankah kebenaran terlindungi ataukah dipinggirkan tergantung hasil perjuangan politik ini. Dan kemenangan tidak akan pernah datang tanpa pertolongan dari Allah SWT. Dan pertolongan Allah tidak akan datang kepada mereka yang di dalam hatinya ada motivasi lain selain untuk memperjuangkan kebenaran. Tidak akan datang kepada mereka yang ada keraguan terhadap kekuasaan dan kesaan Allah SWT. Tidak akan datang kepada mereka yang tidak mau menunda kesenangan, mau bersusah payah menyambut seruan Ilahi. Tidak akan datang kepada mereka.
Kepada kita, kaum muslimin di blok mana pun kita berjuang, kalau masih ada sifat-sifat ini, jangan berharap datang pertolongan Allah SWT. Allah tidak berkepentingan deng an orang-orang yang hanya berjuang untuk kepentingan dirinya sendiri.
Selamat berjuang. Selamat menikmati pesta demokrasi 2009. Semoga Allah SWT membimbing kita.
Wallahu a'lam bishawab.

Senin, 02 Maret 2009

Mengharap Sebuah Harapan dari Pesta Rakyat

Untuk apa sebenarnya kita bekerja? Untuk apa sesungguhnya ketika seseorang dengan penuh semangat bercerita? Untuk apa orang terburu-buru mengejar bis kota, atau kereta, ata apa saja yang bisa mengantarkan ke tempat tujuan?
Jawaban semua sama: Harapan.
Yah. Apapun pekerjaan kita. Siapapun diri kita. Semua sedang menunggu datangnya sesuatu yang disebut harapan. Kita bekerja dengan baik dan ikhlas. tentu saja berharap dapat imbalan dari orang atau pihak yang mempekerjakan kita dan jangan lupa berharap mendapat pahala dan ridho Allah SWT.
Harapan adalah nyawa. Orang yang sudah tidak mempunyai harapan, hidupnya tidak akan bergairah. Sebuah tim sepak bola, jika sudah dipastikan gugur dalam sebuah kompetisi, maka semangatnya rendah, atau bahkan tidak ada keinginan untuk berjuang. Makanya, tim-tim seperti ini semakin tenggelam dalam kekalahan. Harapan harus tetap dipelihara. karena dia adalah nyawa bagi semangat kita.
Sama dengan kondisi bangsa kita yang tercinta ini. Ketika kondisi berbagai aspek kehidupan di negeri ini tidak menentu, jangan matikan harapan kita. Harapan untuk kehidupan lebih baik harus tetap terjaga. Siapapun kita harus berjuang. Sesuai kapasitas kita sebagai warga negara. Negeri ini harus kita cintai bersama, kita bangun bersama, meski tidak selamanya bersama itu bisa. Meski kita bukan siapa-siapa. Bukan pejabat atawa konglomerat. Tetapi kita tetap bisa berjuang menghidupkan harapan kita. Harapan untuk negeri ini lebih baik di kemudian hari.
Tidak ada sesuatu di dunia ini serba seratus persen. Seratus persen jelek atau seratus persen baik. Yang sangat mungkin adalah yang paling dominan. Apakah dominan baik atau dominan jelek.
Satu bulan lagi kita akan menabur benih-benih harapan. Harapan agar negeri ini lebih baik. karena kita tahu bahwa negeri ini harus dikelola. Adapun siapa yang berhak mengelola, ya mereka yang terpilih oleh pilihan kita. Ketika kita datang ke bilik suara untuk memberikan hak suara kita. Maka pada saat itu kita tengah menghidupkan harapan. Sebagai nyawa perjuangan agar negeri ini lebih baik.
Kalau menurut kita tidak ada yang baik dari calon-calon wakil kita atau calon-calon pemimpin kita, yakinlah bahwa, pasti ada orang-orang yang baik di antara mereka. Cuma kita belum mengenalnya. Atau kita belum mengetahuinya. Tidak semua jelek sebagaimana tidak semua baik. Atau minimal di antara yang jelek-jelek itu pasti ada yang paling baik, yang kepada mereka kita akan menaruh harapan kita.
Memintalah kepada Dzat Yang Paling Baik untuk memilihkan untuk kita. Pilihan Dia pastilah pilihan terbaik. Agar kita tidak salah pilih. Mari kita hidupkan harapan kita untuk negeri tercinta ini.
Selamat menyambut pesta rakyat 2009.