Kamis, 26 Maret 2009

Jangan Pernah Meremehkan...

Beberapa waktu yang lalu saya dinas ke Jakarta, karena alasan ekonomis - kalau sengaja pulang, ongkos terlalu banyak - saya ajak dua orang anak saya yang berumur 5 tahun dan 2 tahun. Selama saya di Kantor Pusat, keduanya tinggal bersama kakek (mertua saya), nenek dan amah (tante)nya di Mampang, Jakarta Selatan.
Selesai dinas, tentu saja saya langsung meluncur ke Mampang, bertemu dengan kedua anak saya itu, Jum'at pagi. Siangnya kedua anak saya merengek minta jajan. Biasa, namanya juga anak kecil. Apa yang ada di depan mata maunya dibeli. Kebetulan rumah mertua saya itu lokasinya di depan masjid, samping sekolahan (MI) dan di pinggir jalan. So pasti tukang jajanan dengan berbagai model berserakan di situ. Mau tidak mau ya harus mau, daripada menangis, mana ummi (ibu)nya jauh lagi. Saya antar mereka berdua. Apa yang mau mereka beli, saya hanya mngikuti dari belakang. kedua anak kecil itu rupanya menghampiri tukang mi. Eit... bukan mi ayam, bukan mis soto de el el. Tukang mi yang saya maksud adalah... seorang ibu setengah tua, menyajikan masakan mi (indomie, sarimie, atau sejenisnya lah... ) dengan sebuah gelas aqua. Satu bungkus indomie atau sejenisnya itu mungkin dibagi 3 atau berapa saya kurang tahu. dimasukkan ke dalam gelas aqua, dihargai seribu per gelas. Sejenak saya termenung. Beberapa kali saya mendengar celotehan orang-orang mengenai aktivitas penjual mi ini. Mulai dari yang katanya 'ngakali anak-anak' sampai pada soal alat penyajiannya.
Demi melihat sang penjual mie, hati saya berbicara lain. Pandangan saya juga menemukan sisi lain dari pada orang-orang yang pernah saya dengar komentarnya.
Inilah pandangan saya.
Saya menganggap aktivitasnya yang berjualan mi ini adalah wajar. Di ibu kota yang gemerlapnya menyilaukan banyak orang, semua aktivitas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kalau tidak pintar-pintar mencari uang, maka dia tidak mungkin bisa bertahan hidup di sana. Dia hanya berupaya memenuhi kewajiban, dengan segala keterbatasnnya, bahwa Allah tidak akan pernah menurunkan rizki dari langit. Semua harus berusaha, baru Allah akan mendatangkan rizki baginya. Ada yang mendapatkan sedikit karena usahanya yang sedikit atau kecil, ada yang mendapatkan sedikit meski sudah banyak berusaha, ada yang mendapatkan banyak meski hanya melakukan usaha yang sedikit. Semua tegantung situasi dan kondisi mereka.
Saya tidak pernah sampai hati untuk meremehkan apa yang dia (lebih tepatnya mereka - sebab masih banyak orang-orang sepertinya) lakukan. Bisa jadi sesuatu yang 'remeh' itu adalah suatu pekerjaan yang sangat mulia. Tahukah kita jika di antara mereka mungkin berusaha seperti itu demi menghidupi keluarga, istri/suami, anak, menantu, keponakan atau siapa saja yang menumpang hidup bersamanya. Uang seribu bagi sebagian kalangan mungkin tidak ada artinya. Namun bagi mereka... sungguh suatu rizki yang luar biasa. Bisa berarti (keselamatan) sebuah nyawa. Kumpulan lembaran uang dari pekerjaan 'remeh' itu adalah kumpulan nyawa yang berusaha ia selamatkan.
Memang secara fisik mereka tidak enak dilihat. Bikin kotor. 'Menciderai' kemegahan kota Jakarta. Tetapi, bisa jadi, mereka tidak sekotor lahiriyahnya. Bisa jadi mereka adalah mutiara-mutiara yang menjadikan ibukota begitu indah.
Seringkali pikiran kita terbelenggu oleh doktrin keindahan semu. Bahwa orang-orang seprti itu bikin tanah ini kotor. Seringkali kita tertipu oleh penampilan seseorang. Tampak oleh kita seorang yang begitu gagah perkasa atau cantik jelita. Pakaian selalu licin nan wangi. Kesana kemari di antar mobil merci. Tak pernah ada keringat yang menetes di dahinya. Tak pernah ada debu jalanan yang menempel di bajunya. Kita sering tertipu... bahwa banyak di antara mereka berhati kotor, bahkan lebih kotor dari baju-baju dan kemasan para penjual mi atau sejenisnya. Keserakahan tersembunyi di balik jas-jas kerennya. Nggak tahunya, belakangan mereka diciduk ka pe ka. Naudzubillah...
Inilah sebuah pelajaran. Memang bisa jadi para pedagang kecil semacam penjual mi 'kemasan' aqua gelas, bikin risih sebagian orang. Merugikan sedikit manusia. Tetapi mereka tidak sampai 'membunuh' banyak orang dengan keserakahannya. Bahkan bisa jadi mereka lebih mulia dari orang-orang 'mulia' itu.
Jangan pernah meremehkan mereka... jangan pernah...
Wallahu a'lam bishshowab.

Rabu, 04 Maret 2009

Satu Lagi Bukti Maha Kasih-nya Allah

Akhir tahun anggaran adalah saat-saat sibuk bagi kantor saya. Sibuk melayani permintaan pencairan dana APBN. Satker (satuan kerja) sukanya menunggu batas akhir waktu permintaan pembayaran. Kebiasaan umum bangsa ini. Padahal kalau direncanakan secara tertib dan rapi, pencairan dana APBN bisa dilakukan setiap bulan sepanjang tahun. Tapi yah, begitulah, sudah 'tradisi' susah diubah. Makanya tingkat emosional pegawai menjadi tinggi, terutama para bos.
Tahun 2008 merupakan tahun yang amat berat di sektor keuangan. Beban APBN menjadi membengkak gara-gara resesi dunia. Kepanikan tidak hanya dialami oleh para pengusaha (swasta), pemerintah pun dilanda hal serupa. Sementara satker-satker tidak melakukan penyerapan anggaran sesuai target.
Lalu dibuatlah mekanisme dan sarana agar satuan kerja melaksanakan penyerapan APBN secara optimal. Kantor pusat mmbuat aplikasi rencana dan realisasi anggaran (PERAN). kantor saya bertugas men-sosialisasikan aplikasi itu dan menghimpun serta melaporkannya ke kantor pusat. Dan tugsa itu jatuh ke pundak saya.
Program/aplikasi itu adalah program baru. Belum pernah ada sosialisasi. Tetapi karena perintah dan tuntutan tanggung jawab, saya pelajari dan saya laksanakan dengan sungguh-sungguh. Sering kali pekerjaan itu tidak selesai dlbuat dari pagi sampai sore. jadilah saya kembali ke kantor setelah mandi, makan dan tentu saja sholat maghrib. Sampai tengah malam saya kerjakan, sendirian. Tugas ini dikejar waktu. Dipantau langsung oleh bos. Tekanan mental sudah tentu sangat besar.
Kesungguhan saya dalam melaksanakan tugas itu rupanya belum memuaskan bos. Ada saja alasan untuk tidak puas atas hasil dari pelaksanaan tugas itu. Bahkan tidak hanya satu kali direndahkan di hadapan teman-teman kantor pada rapat kantor. Bagi saya, ini sudah risiko. Risiko mjd orang kecil. harus bersabar dan terus berupaya memperbaiki diri baik sikap maupun cara kerja. Meski tingkat emosi saya menjadi cukup labil dibuatnya. Apalagi ketika tahu di bulan Nopember, ada sosialisasi/pelatihan tentang tugas yang sedang saya kerjakan itu, yang dikirim ke Jakarta malah pegawai lain. Iri? Tentu tidak. Rizqi sudah ditetapkan oleh Allah bagian masing-masing. Saya juga tetap bekerja dg sebaik-baiknya. Sebab kalau tidak malah tambah parah. Tekanan itu. Teman-teman satu bagian pada tahu kondisi ini. Dan, alhamdulillah, saya tetap bisa bersabar. Saya yakin, kasih sayang Allah tidak akan pernah putus kepada hamba-Nya.
Dan benar. Akhir bulan Pebruari kemarin, ada pengumuman dari kantor pusat. Pelatihan jurnalistik, peserta diseleksi. Syaratnya mengirim satu buah tulisan tentang ekonomi atau tupoksi kantor. Saya mengirimkan tulisan tentang fenomena penyerapan APBN, aplikasi peran yang sempat menjadikan mental saya down. dalam hati, ketika menulis ttg itu, saya berkata, bisa jadi ini akan mengantar saya ke jakarta. Pekerjaan yang telah membuat hati dan tenaga saya lelah. Dan benar. saya akan berangkat karenanya. Dan benar. Allah telah membalas dengan limpahan kasih sayang-Nya kepada saya.
Pelajaran: bersabar terhadap apa saja yang menimpa kita seraya tetap menjaga komitmen. Insya Allah, hasil manis yang akan diperoleh.
Wallahu a'lam bishawab.

Pemberian Allah itu Sesuai Kebutuhan

Bulan September 2006 saya menginjakkan kaki di pelabuhan Trisakti Banjarmasin. Bayangan saya sebelum berangkat adalah bahwa Kota Banjarmasin adalah bentangan hutan belantara. Tetapi nyatanya sudah menjadi Kota yang cukup maju. Bahkan kota ini hidup dua puluh empat jam. Ramai terus, terutama di jalan-jalan raya.
Beberapa hari pertama saya jalan-jalan mencari rumah tinggal. teman kantor mengajak keliling kota mencari perumahan demi perumahan. Yang saya menjadi heran adalah, kenapa hampir semua rumah di sini berbentuk rumah panggung. Di bawah rumah-rumah itu semua kolam atau rawa-rawa. Bukan besi bukan juga batu, penyangga rumah-rumah di Kota Seribu Sungai ini.
"Kayu penyangga itu namanya kayu besi. Namanya Kayu Ulin," kata teman saya seperti hendak menjawab keheranan saya. "Kayu Ulin itu tahan air sampai puluhan tahun mas. Meski terendam air dan tertanam di tanah, dia tidk akan busuk atau keropos sampai waktu yang sangat lama."
Yap. Pikiran saya bekerja. Hati saya bergetar. Keimanan saya bertambah. Allahu akbar. Allah Maha Besar. Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Tanah Kota Banjarmasin adalah tanah gambut. Tanah yang selalu berair, tidak pernah kering. Pasir dan semen tidak mungkin bisa digunakan untuk pondasi rumah. Kalau akan membuat rumag tembok dengan semen dan batu, maka tanah-tanah yang mau dipakai harus diurug. Butuh biaya puluhan hingga ratusan juta. Oleh karenanya Allah mendatangkan alat yang tepat yang tidak ada di daerah lain. Allah tetap memudahkan manusia untuk membangun rumah-rumah gedung megah, meski tanpa otot besi dan pasir, batu serta semen untuk pondasinya. Allah datangkan Kayu Ulin, kayu yang tahan tanah dan air, kayu yang tidak ada kecuali di Pulau Kalimantan.
Semua pemberian Allah kepada umat manusia adalah sesuai kebutuhan penerima.

Selasa, 03 Maret 2009

Mengharap Pertolongan Allah

Kemenangan kaum muslimin pada pertempuran di Lembah Badar adalah sebuah fenomena. Pertempuran tidak seimbang itu disaksikan oleh suku-suku di luar suku Quraisy. Mereka ingin melihat kekalahan kaum muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah saw. Dari segi jumlah pasukan Rasulullah terlalu sedikit dibanding jumlah pasukan musuh. dari segi persejnataan, pasukan Quraisy jau lebih lengkap dan canggih untuk ukuran pada waktu itu. Namun yang terjadi adalah di luar perkiraan semua orang. Analisa para pengamat berantakan. Tidak ada yang benar.
Lain lagi peristiwa perang Uhud. Sejatinya Rasulullah menghendaki menunggu pasukan Quraisy di dalam Kota Madinah. Tetapi desakan sahabat-sahabat, terutama yang tidak ikut perang badar, membuat Nabi memutuskan akan menyonsong musuh di luar kota. Terjadilah perselisihan pendapat antara kelompok yang mendukung dan menolak keluar kota. Dengan dimotori oleh orang-orang munafik, perbedaan pendapat semakin parah. Puncaknya, dua ratusan orang menyatakan tidak melanjutkan perjalanan. Di antara mereka masih ada yang tetap bersama Rasulullah dengan segala keraguan dan keinginan mendapatkan ghanimah. Di dalam pasukan muslim tidak semuanya berdasarkan keyakinan yang kuat bahwa perjuangan ini adalah perjuangan untuk menegakkan kebenaran. Terselip motivasi lain di antara mereka, meski jumlahnya tidak terlalu signifikan. Tetapi cukup mengganggu soliditas jamaah pasukan. Hasilnya, 'babak pertama' perang Uhud, kaum muslimin mengalami kekalahan luar biasa. Bahkan Rasulullah hampir saja terbunuh.
Sehabis kejadian itu, Rasulullah lantas memanggil seluruh sahabat yang pernah berbaiat (berjanji setia dg beliau), selain mereka, tidak dipanggil oleh Rasul saw. Kesetiaan dan keimanan orang-orang ini tidak diragukan lagi. Bersama mereka Rasulullah saw mengejar pasukan Quraisy pimpinan Khalid bin Walid dan memporakporandakannya. 'Babak kedua' pun dimenangkan oleh Rasulullah bersama orang-orang pilihan.
Peristiwa Perang Hunain menyisakan pelajaran lain yang tak kalah berharga bagi kaum muslimin, pejuang kebenaran. Kepercayaan diri yang berlebihan, bahkan sampai pada tingkat takjub terhadap diri sendiri, meski hanya dari segelintir orang, telah mendatangkan malapetaka. Kaum muslimin yang jumlahnya jauh lebih banyak dari pasukan musuh, tercerai berai. Kekalahan telak terjadi di perang ini, kejadian yang sungguh tidak masuk akal mengingat jumlah pasukan yang dimilikinya pada waktu itu. Hingga akhirnya Allah SWT 'turun tangan' menghancurkan musuh-musuh-Nya.
Lain dari ketiga peperangan terdahulu, Perang Tabuk adalah karunia Allah yang tiada terkira atas pengorbanan dan kesungguhan kaum muslimin dalam menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya. Banyak terpampang kisah heroik dari seorang Umar bin Khattab yang menginfakkan setengah dari hartanya, atau Usman bin Affan yang menginfakkan seribu dinar secara sembunyi-sembunyi, atau bahkan Abu Bakar Assidiq yang tidak menyisakan sesuatu apapun untuk keluarganya kecuali Allah dan Rasulullah saw. Ada orang-orang yang tanpa berat hati menunda kesenangannya bersama istri baru dan buah-buahan yang siap panen di Kota Madinah 'sekedar' untuk menyusul Rasulullah saw bersama sahabat-sahabat yang hendak menghadapi perang Tabuk yang jaraknya lebih dari 300 km.
Kenyataannya, sesampai di Tabuk, tidak ada peperangan yang terjadi. Allah telah menundukkan penduduknya untuk berserah diri kepada Allah dan Rasulullah. Kesungguhan dan pengorbanan yang luar biasa dalam menyambut seruan Allah telah memberikan hasil yang manis. Pertolongan Allah datang tanpa diminta. Allah memenangkan hamba-hamba-Nya.
Di zaman sekarang, peperangan secara fisik tidak terjadi, dan mudah-mudahan tidak akan terjadi. Perjuangan menegakkan kebenaran dilakukan dengan cara lain. Perjuangan di jalur politik menjadi jalan yang dapat ditempuh saat ini. Akankah kebenaran terlindungi ataukah dipinggirkan tergantung hasil perjuangan politik ini. Dan kemenangan tidak akan pernah datang tanpa pertolongan dari Allah SWT. Dan pertolongan Allah tidak akan datang kepada mereka yang di dalam hatinya ada motivasi lain selain untuk memperjuangkan kebenaran. Tidak akan datang kepada mereka yang ada keraguan terhadap kekuasaan dan kesaan Allah SWT. Tidak akan datang kepada mereka yang tidak mau menunda kesenangan, mau bersusah payah menyambut seruan Ilahi. Tidak akan datang kepada mereka.
Kepada kita, kaum muslimin di blok mana pun kita berjuang, kalau masih ada sifat-sifat ini, jangan berharap datang pertolongan Allah SWT. Allah tidak berkepentingan deng an orang-orang yang hanya berjuang untuk kepentingan dirinya sendiri.
Selamat berjuang. Selamat menikmati pesta demokrasi 2009. Semoga Allah SWT membimbing kita.
Wallahu a'lam bishawab.

Senin, 02 Maret 2009

Mengharap Sebuah Harapan dari Pesta Rakyat

Untuk apa sebenarnya kita bekerja? Untuk apa sesungguhnya ketika seseorang dengan penuh semangat bercerita? Untuk apa orang terburu-buru mengejar bis kota, atau kereta, ata apa saja yang bisa mengantarkan ke tempat tujuan?
Jawaban semua sama: Harapan.
Yah. Apapun pekerjaan kita. Siapapun diri kita. Semua sedang menunggu datangnya sesuatu yang disebut harapan. Kita bekerja dengan baik dan ikhlas. tentu saja berharap dapat imbalan dari orang atau pihak yang mempekerjakan kita dan jangan lupa berharap mendapat pahala dan ridho Allah SWT.
Harapan adalah nyawa. Orang yang sudah tidak mempunyai harapan, hidupnya tidak akan bergairah. Sebuah tim sepak bola, jika sudah dipastikan gugur dalam sebuah kompetisi, maka semangatnya rendah, atau bahkan tidak ada keinginan untuk berjuang. Makanya, tim-tim seperti ini semakin tenggelam dalam kekalahan. Harapan harus tetap dipelihara. karena dia adalah nyawa bagi semangat kita.
Sama dengan kondisi bangsa kita yang tercinta ini. Ketika kondisi berbagai aspek kehidupan di negeri ini tidak menentu, jangan matikan harapan kita. Harapan untuk kehidupan lebih baik harus tetap terjaga. Siapapun kita harus berjuang. Sesuai kapasitas kita sebagai warga negara. Negeri ini harus kita cintai bersama, kita bangun bersama, meski tidak selamanya bersama itu bisa. Meski kita bukan siapa-siapa. Bukan pejabat atawa konglomerat. Tetapi kita tetap bisa berjuang menghidupkan harapan kita. Harapan untuk negeri ini lebih baik di kemudian hari.
Tidak ada sesuatu di dunia ini serba seratus persen. Seratus persen jelek atau seratus persen baik. Yang sangat mungkin adalah yang paling dominan. Apakah dominan baik atau dominan jelek.
Satu bulan lagi kita akan menabur benih-benih harapan. Harapan agar negeri ini lebih baik. karena kita tahu bahwa negeri ini harus dikelola. Adapun siapa yang berhak mengelola, ya mereka yang terpilih oleh pilihan kita. Ketika kita datang ke bilik suara untuk memberikan hak suara kita. Maka pada saat itu kita tengah menghidupkan harapan. Sebagai nyawa perjuangan agar negeri ini lebih baik.
Kalau menurut kita tidak ada yang baik dari calon-calon wakil kita atau calon-calon pemimpin kita, yakinlah bahwa, pasti ada orang-orang yang baik di antara mereka. Cuma kita belum mengenalnya. Atau kita belum mengetahuinya. Tidak semua jelek sebagaimana tidak semua baik. Atau minimal di antara yang jelek-jelek itu pasti ada yang paling baik, yang kepada mereka kita akan menaruh harapan kita.
Memintalah kepada Dzat Yang Paling Baik untuk memilihkan untuk kita. Pilihan Dia pastilah pilihan terbaik. Agar kita tidak salah pilih. Mari kita hidupkan harapan kita untuk negeri tercinta ini.
Selamat menyambut pesta rakyat 2009.