Jumat, 12 September 2008

Berbuat Baik Itu Menyenangkan

Kejadian ini memang sudah sangat lama, tapi bagi saya ini adalah salah satu pengalaman yang tidak bisa saya lupakan. Kala itu, tahun 1992, sehabis mengikuti UMPTN di ITB, saya melanjutkan perjalanan ke Jakarta, mencari peruntungan mengikuti seleksi masuk STAN Prodip Keuangan Jakarta. Pada waktu berada di terminal bis Pulo Gadung, ada seorang anak kecil, yah kira-kira umurnya sepuluh atau sebelasan tahun-lah, sedang menangis tersedu-sedu. Tidak ada yang mendekati, menegur atau menolongnya. Saya, sebagai orang kampung yang baru kali kedua saat itu menginjakkan kaki di Jakarta, mendekati dan menanyakan kenapa dan sebagainya. Akhirnya saya tahu bahwa anak tersebut menangisi hasil jerih payahnya berjualan berbagai macam makanan, minuman dan sejenisnya (asongan) yang dibawa kabur sesama pengadu nasib di Jakarta, orang yang lebih besar.

Uang tiga puluh ribu hasil kerja kerasnya selama berbulan-bulan hilang. Kata dia, sedianya mau dibawa pulang. Dia menangis karena uang hilang dan tidak bisa pulang kampung. Di kantongnya sudah tidak ada uang sama sekali. Saya tanya pulangnya ke mana? Dia menyebut sebuah daerah di Jawa Barat (saya lupa nama daerahnya).
Hati saya trenyuh. Tidak tega membiarkan anak kecil ini menangis. Saya tidak tahu ongkos naik kereta api dari Jakarta sampai ke rumahnya pada waktu itu. Yang saya tahu kalau saya, dari Magelang, Jawa Tengah ke Jakarta naik bis ekonomi empat ribu lima ratus rupiah.

Saya teringat nasihat guru Agama di SMA saya dulu, SMAN 1 Purworejo. Bapak Umar Ma’ruf namanya, memberikan nasihat agar berbuat baik kepada siapa saja, insya Allah doanya akan dikabulkan oleh Allah.

Saya ambil uang lima ribu rupiah, saya serahkan seraya memberi nasihat agar diam dan berhati-hati. Saya doakan semoga selamat sampai rumahnya. Saya tidak tahu namanya dia siapa, saya juga tidak memperkenalkan diri. Saya pikir tidak begitu diperluka. Saya juga bukan anak orang kaya. Diberi bekal oleh bapak saya untuk mendaftar di ITB Bandung dan STAN Jakarta. Ini adalah panggilan Allah. Pikir saya pada waktu itu. Biarlah, toh nanti saya bisa menemui kakak saya yang ada di Sukapura, Jakarta Utara.

Saya pun melanjutkan perjalanan menuju Sukapura naik Metro Mini jurusan Tanjung Priuk.

Hari-hari selanjutnya saya sibuk mengurusi pendaftaran di STAN yang kampusnya ada di Jurangmangu. Untuk sementara pertemuan dengan anak yang malang itu pun terlupakan. Hingga hari yang ditunggu tiba. Pengumuman UMPTN, saya lulus untuk pilihan kedua, Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang, juga lulus seleksi untuk STAN Prodip Keuangan Spesialisasi Anggaran. Hari-hari selanjutnya saya kuliah, rupanya balasan kebaikan dari Allah itu datangnya begitu cepat.

Pertama, lulusnya saya di dua tempat adalah karunia-Nya. Kedua, saya dipertemukan dengan senior saya yang sangat perhatian, dicarikan rumah kontrakan dan juga guru ngaji. Saya pun ikut mentoring. Menikuti program mentoring, bagi saya, adalah sebuah nikmat, karunia sangat agung dari Allah SWT. Sepekan sekali saya mengaji, meski sembunyi-sembuyi pada waktu itu. Takut ada intel kata mentorku. Saya ikut mengaji dengan sangat senang hati.

Satu tahun kuliah saya lalui, di tingkat dua saya terpilih menjadi ketua kelas. Setiap ada tugas dari dosen untuk memfotokopi diktat bahan kuliah, saya sendiri yang memfotokopi untuk delapan puluh orang. Saya fotokopi di Mampang, Jl. Tendean yang mau ke arah Ma’had Al Hikmah, kampus kedua saya. Cari yang murah. Saya bawa sendiri dan saya bagikan sendiri, saya juga tidak mengambil selisih harga. Semua saya niatkan untuk beribadah. Umar bin khattab, khalifah kedua, juga memanggul sendiri gandum untuk diberikan kepada rakyatnya.

Pada waktu pelaksanaan mentoring untuk adik-adik kelas saya ikut membantu menjadi mentor, meski tidak terdaftar. Jadi tidak dapat ’honor’ mengajar dari panitia. Tetapi alangkah kagetnya (dan juga senangnya) saya pada waktu mau muraja’ah (setoran hafalan) di lembaga tahfidz Al Qur’an Al Hikmah Bangka II, Jakarta Selatan, ada seseorang mendekati saya dan menyerahkan bungkusan. Katanya, ini tanda terima kasih dari panitia mentoring (namanya waktu itu KD2I, Kajian Dasar-dasar Islam). Padahal rentang waktu antara pelaksanaan mentoring dan hari itu hampir satu tahun. Saya sendiri sudah lupa. Ketika saya buka ternyata isinya selembar kaos ospek dan uang sebesar dua puluh ribu rupiah. Saya jadi teringat firman Allah yang mengatakan, dan akan diberikan rizki yang tidak disangka-sangka.

Saya juga senang saja ketika diminta untuk membimbing satu kelompok adik-adik kelas di kampus, juga anak-anak es em a di Ujung Aspal, Pondok Gede, Bekasi dan anak-anak es em pe di Pancoran.

Pokoknya untuk kebaikan saya senang melakukannya. Rupanya karunia dari Allah itu datang kembali. Setelah saya menikah yang langsung dilanjutkan ’berbulan madu’ ke Kota Palu melaksanakan surat penempatan saya dari kantor pusat Ditjen Anggaran, Allah menunjukkan kemurahannya kepada saya. Sampai di Palu saya disambut senior saya yang saya tidak mengenal sebelumnya. Kebetulan juga beliau mau pindah ke Batam, jadi perkakas rumah tangganya diberikan kepada saya.

”Ini adalah rizki yang tidak di sangka-sangka yang diberikan Allah kepada saya,” pikir saya.

Rupanya Allah itu tidak pernah bosan memberikan kasih sayangnya kepada hamba-hamba-Nya. Ini saya rasakan ketika saya mengantar istri yang akan melahirkan di Jakarta. Selama di kapal dalam perjalanan Pantoloan (Palu) sampai pelabuhan Ujung Pandang, saya mendapat teman ngobrol. Kami sangat akrab, dia saya ajak untuk menikmati perbekalan kami. Kami naik kapal kelas ekonomi. Sampai di Ujung Pandang tidak ada sesuatu yang mecurigakan. Selepas pelabuhan dan melanjutkan ke Surabaya, ada sesuatu yang hilang. Istri saya membuka tas tempat menaruha uang tujuh ratus ribu, ternyata empat ratus ribuan hilang beserta cinci mahar nikah istri saya. Istri saya menangis, kami tidak terpikirkan bagaimana untuk ongkos melahirkan dan kembali lagi ke Palu. Tapi yah, apa boleh buat. Sudah hilang. Kita berusaha tabah dan mengikhlaskannya.

Kemurahan Allah datang lagi, pada waktu melahirkan, tidak keluar uang banyak. Hanya membayar tiga puluh ribu rupiah, istri saya melahirkan di puskesmas.

Dan rasa-rasanya kemurahan Allah itu datang hingga sekarang. Semoga saja tidak akan pernah putus.

Dan ternyata ... berbuat baik itu menyenangkan. Sangat menyenangkan.

Wallahu a’lam.

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Akhirnya... saya masih bisa menikmati tausiyah murobbi saya via blog, setelah sekian lama terpisahkan oleh jarak....

Bambang Kismanto mengatakan...

alhamdulillah, mari kita bersama-sama saling nasihat menasihati agar kita selamat dunia dan akhirat. terima kasih sudah membuka blog ini. mohon maaf mengenai settingnya, mudah-mudahan bisa ditampilkan dg lebih baik lagi. salam buat Mas Thoat, Mas Bowo, dan Mas Deni. Semoga istiqomah.

Unknown mengatakan...

abi,, ini iffah... hehehe

Wahyudi mengatakan...

Mas Bambang Kismanto bagaimana kabarnya? Smoga sehat selalu. Ternyata rekan saya di SMA ini (walaupun cuman 1 tahun) punya bakat besar untuk menulis dan menyentuh hal-hal yang sering diabaikan.
Pak Ma'ruf sempat jadi tetangga rumah di Doplang sebelum beliau akhirnya pindah ke kota lain.
Salam buat keluarga.

Wahyudi