Senin, 15 September 2008

Saya Cinta Negeri Ini

Dua hari yang lalu kami kedatangan tamu istimewa. Dia seorang tauladan bagi para ibu. Dengan anak yang berjumlah selusin, beliau masih sangat energik. Berkeliling untuk memberikan pencerahan tidak saja di bumi pertiwi tetapi hingga ke manca negara. Tidak hanya itu, beliau juga terlibat aktif dalam medan perjuangan parlemen, menyuarakan kepentingan Islam dan juga perempuan.

Dia adalah Ustadzah Yoyoh Yusroh. Tamu dari markas dakwah pusat. Saya pernah i'tikaf di masjid Al Hikmah bareng anak pertama beliau. Waktu itu anak pertamanya banyak bercerita tentang dirinya dan umi abinya juga adik-adiknya yang berjumlah enam orang. Tahun 1993. Kalau nggak salah dia masih SD waktu itu, tetapi dari tutur katanya kelihatan lebih dewasa dari umurnya.

Ustadzah Yoyoh, membagi pengalamannya ketika pergi ke Timur Tengah, bertemu dengan ulama besar di sana, yang ternyata sangat memperhatikan negeri Indonesia tercinta. Salah satu yang beliau (ulama tersebut) kagumi adalah mengenai UUD 1945. Terutama dalam pembukaan, kalimat "bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan" dinilai oleh ulama tersebut menjadikan UUD 145 sangat istimewa. Di negerinya sendiri beliau berharap UUD-nya bisa diamandemen agar bisa meniru apa yang dilakukan oleh indonesia.
Ustadzah Yoyoh juga bercerita tentang pengalamannya bertemu dengan anggota parlemen dari Australia. Salah satu negara yang sangat kencang menyuarakan kesetaraan jender. Beliau ditanya berapa jumlah perempuan yang menjadi anggota parlemen di Indonesia. Dijawab 14%. Anggota parlemen Australia itu menyampaikan keheranannya. Sebab di negaranya sendiri keterwakilan perempuan di parlemen tidak lebih dari 4%. Kenapa bisa begitu, tanya orang Australia. Beliau jawab, "Karena di Indonesia mayoritas muslim. Dan Islam sangat menghargai perempuan.” Saya jadi ingat saat itu, ketika ustadz saya bercerita, suatu saat Rasulullah saw sedang terburu-buru hendak mendakwahi para pembesar Quraisy. Namun di tengah jalan ada seorang nenek menghadangnya untuk bertanya kepada Rasulullah saw. Rasul pun menjawab pertanyaan itu hingga jelas. Rasulullah tetap memperhatikan kaum perempuan, bahkan meski dia ’hanya’ seorang nenek-nenek. Inilah keagungan Islam. Tidak membedakan laki-laki maupun perempuan, tidak membedakan apakah perempuan itu cantik atau tidak. Mereka mendapat perhatian yang sama.

Ya, di Indonesia kaum perempuan mendapat tempat yang cukup luas karena negeri ini dihuni orang-orang yang memiliki toleransi yang tinggi.

Ustadzah Yoyoh Yusroh banyak bercerita tentang apa yang beliau alami sebagai seorang aktifis perempuan. Beliau selalu berkeinginan memberdayakan kaum perempuan bukan memperdayakan mereka.

Menyimak ceritanya tentang pengalamannya, saya jadi berpikiran bahwa inilah nasionalis yang sesungguhnya. Bekerja dan berbuat tanpa memikirkan apa yang akan ia dapatkan dari negeri ini. Saya juga teringat ustadz saya dulu pernah menceritakan: Presiden Sukarno dengan lantang mengatakan bahwa karena kesuburan tanah dan kekayaan yang di miliki bangsa Indonesia, maka tidak akan dibiarkan penjajah menguasai bumi ini. Seorang ulama menanggapi bahwa meski Indonesia kering kerontang tidak memberikan hasil apa-apa, maka akan kami bela sampai tetes darah terakhir.

Saya berfikir, tidak semestinya antara nasionalis dan Islam itu di tempatkan berhadap-hadapan. Keduanya mestinya disandingkan. Karena sejatinya Islam tidak pernah bertentangan dengan nasionalis. Tidak ada permusuhan antara Islam dan Nasionalis. Kelahiran UUD 1945 yang sangat dikagumi oleh seorang ulama di Timur Tengah adalah salah satu bukti bahwa Islam dan Nasionalis tidak perlu dipertentangkan.

Terima kasih ustadzah atas kunjungan Anda. Kedatanganmu sangat berarti bagi kami, meski kami tahu engkau sangat sibuk dengan tugas-tugas dakwah di masyarakat dan di parlemen serta masih harus mengurus suami dan dua berlas orang anak, tapi kami tetap mengharap kehadiranmu di lain waktu.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: