Kamis, 11 September 2008

Bukan Karena Kasihan

Beberapa waktu yang lalu saya dan istri saya pergi ke sebuah toko elektronik. Beberapa saat lamanya kami di dalam toko itu. Setelah selesai kamipun keluar. Seperti biasa di tempat parkir sudah ada tukang parkir yang menyambut kami. Saya ulurkan tangan saya memberinya uang lima ribuan. Si tukang parkir meminta uang pas, baru datang ini pak, katanya. Kebetulan juga kami tidak ada uang seribuan atau lima ratusan. Si tukang parkirpun menyerah. Dia tidak mau dibayar. Jadilah kami pulang, tanpa membayar uang parkir motor kami.
Sesampai di rumah istri berkata kepada saya, "Bi, kenapa ya kita tidak menyerahkan uang lima ribu itu kepada tukang parkir tadi. Itu kan namanya kita egois, hanya memikirkan diri sendiri. kan mestinya kitalah yang 'menyantuni' orang itu, bukan kita yang 'disantuni'. Dengan kita tidak membayar uang parkir kepada bapak tadi, berarti kita disantuni olehnya. Padahal kita lebih beruntung dari dia dalam hal penghasilan." Istri saya kelihatan menyesal sekali.
Kami berdua termenung memikirkan kejadian tadi. Biasanya kami kalau membeli sesuatu di warung-warung kecil atau pedagang-pedagang sangat kecil, kalau tidak ada kembalian, lima ratus atau seribu, kami selama ini sepakat untuk merelakannya. Atau bahkan setiap naik becak, atau ojek selalu kami membayarannya melebihi dari kesepakatan harga.
Tapi ini kasus baru. Tukang parkir. Padahal semestinya mereka mendapatkan perlakuan sama. Memang terkadang ada oknum-oknum tukang parkir yang berbuat jahat, tapi itu hanya oknum. Tidak semua tukang parkir seperti itu. Mereka bekerja membawa harapan. Ada sesuatu yang bisa dibawa pulang untuk istri dan anak-anaknya, yang mungkin sebelum ayahnya berangkat sudah ada janji terhadap anak-anaknya bahwa sepulangnya nanti akan dibelikan oleh-oleh.
Saya jadi teringat kisah tentang seorang pelacur yang dinyatakan masuk surga oleh hadist Nabi karena kepeduliannya terhadap seekor anjing yang kehausan. Peduli itu kepada siapa saja. Tidak perlu memilih-milih orang. Siapa saja yang membutuhkan, kepadanyalah kita mestinya kita berikan kepedulian itu. Di mana saja mereka berada. Entah meminta atau tidak.
Banyak diantara kita yang mempunyai kelonggaran rizki dari Allah, lebih memilih untuk membelanjakannya meski yang dibeli bukan sesuatu yang sangat dibutuhkan. Memang, itu sah-sah saja dilakukan, uang-uangnya sendiri. Tetapi rasa kemanusiaan kita mestinya bisa lebih terasah. akan banyak manfaat bagi orang lain uang sebesar seribu atau dua ribu yang bisa jadi tidak bermanfaat bagi pemiliknya. Dan, agar harta itu tidak hanya berputar pada orang-orang kaya saja.
Setiap kali saya lewat perempatan lampu merah selalu saya lihat tukang korang cacat sedang menawarkan korannya. Saya sengaja membelinya. Bukan karena sekedar kasihan tapi lebih dari itu. Usahanya yang maksimal wajib kita berikan apresiasi. Dan ini adalah ibadah kepada Allah.
Wallahu a'lam.

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam ukhuwah Bang Ibadurrahman... Kreatifitas memang gak bisa dibatasi oleh ruang dan waktu. Bahkan ruang dan waktu seringkali memacu munculnya kreatifitas. Cerita yang sampe membuat orang lain waktu di Pekalongan dimuat ulang boleh tuh...Gimana kabar keluarga ?

LakoneBandit mengatakan...

Ass..
Sip lah udah mulai menularkan ide-ide dsb. Sekedar usul "alenianya diperjelas agar enak bacanya, kalau masalah settingan sih menurutku oke-oke saja, yang penting isinya.trims

Bambang Kismanto mengatakan...

Terima kasih pak dokter, alhamdulillah keluarga sehat dan baik-baik saja. Anak-anak masih selalu ingat pak dokter. Salam ukhuwah kembali, semoga kita tetap bersama meski tidak di tempat yang sama.

Anonim mengatakan...

Bingung toh dengan emailnya aziz_1172@yahoo.co.id....
AIS... Nih...
Ada kata yang kurang waktu komentar pertama... maksudnya cerita yang sampe orang lain menitikkan air mata waktu diPekalongan...

chebymuse mengatakan...

Asslm_ akhirnya sampai jg di 'rumah' njenengan, ya mas. Sy udah baca semuanya, tak bersisa, sampe ke komen2 yg masuk. Wahhh...ga nyangka, tnyata 'rumah' mas mbangkis 'teduh' sekali. Tnyata 'klinik' sy ga ada apa2nya dibanding 'rumah' njenengan ini. Sy harus banyak belajar dari njenengan, mas. Bukan tentang bagaimana membuat blog, tapi tentang 'nilai' dan 'isi' dr sebuah blog. Salut! Sukses!
@koncolawasbiodasmansa